Sebelum Anda memutuskan untuk membeli properti, Anda harus mengetahui terlebih dahulu tentang kelengkapan dokumen legalitas dan status properti. Beberapa contoh dokumen sertifikat properti yang wajib Anda pelajari adalah Hak Guna Bangunan atau HGB dan Sertifikat Hak Milik atau SHM. Berikut adalah perbedaan HGB dan SHM yang perlu Anda ketahui sebelum membeli properti!
Pengertian Hak Guna Bangunan (HGB)
Sebelum membahas tentang perbedaan HGB dan SHM, ada baiknya Anda mengetahui terlebih dahulu tentang apa itu HGB dan SHM.
HGB atau Hak Guna Bangunan merupakan dokumen yang menyatakan kewenangan atau hak yang didapatkan dari pemerintah untuk menggunakan suatu lahan yang bukan milik sendiri dalam jangka waktu 30 tahun.
Kewenangan tersebut bersifat mengikat pemegang hak yang bersangkutan dalam hal keperluan dan keadaan bangunan. Dokumen HGB tersebut juga bisa diperpanjang hingga jangka waktu maksimum yaitu 20 tahun.
Dari keterangan tersebut, dapat disimpulkan jika pemegang sertifikat HGB hanya memiliki kuasa untuk memberdayakan suatu tanah dalam jangka waktu tertentu. Pemberdayaan lahan bisa dilakukan untuk keperluan tertentu, seperti keperluan untuk mendirikan bangunan atau keperluan lainnya.
Jadi, dalam kondisi tersebut, sang pemilik properti yang berstatus HGB hanya memiliki bangunan yang ada pada lahan tersebut. Sedangkan tanah atau lahannya sendiri adalah masih menjadi milik pemerintah atau negara.
Kondisi tersebut biasanya bisa Anda temui pada beberapa pengembang atau developer properti. Para pengembang properti tersebut biasanya menggunakan tanah atau lahan dengan status HGB untuk mendirikan kompleks perumahan atau apartemen.
Penggunaan lahan dengan status sertifikat HGB juga tidak bisa dilakukan secara bebas. Anda bisa menggunakan lahan dengan status HGB tersebut sesuai dengan perizinan yang tertulis. Biasanya, lahan dengan status HGB ini diperuntukkan untuk pendirian bangunan atau properti yang sifatnya hanya sementara.
Selain itu, properti atau bangunan dengan status HGB ini juga sangat cocok untuk dijadikan sebagai tempat usaha yang bersifat komersial. Hal ini karena properti yang berstatus HGB merupakan salah satu cara mendapatkan hak kepemilikan properti yang bisa dilakukan oleh Warga Negara Asing.
Baca Juga: Peraturan FLPP Terbaru: Panduan Lengkap Mengajukan KPR Bersubsidi
Pengertian Sertifikat Hak Milik (SHM)
Sementara itu, SHM atau Sertifikat Hak Milik merupakan sertifikat terkuat dan tertinggi yang menyatakan hak atas kepemilikan suatu tanah atau lahan. Pemegang SHM memiliki kekuasaan dan kewenangan penuh sebagai pemilik dari sebuah lahan atau tanah yang ada di suatu kawasan dengan luas tertentu.
Waktu kepemilikan dari SHM tersebut juga tidak terbatas. Oleh karena itu, pemegang SHM yang tertera dalam sertifikat tersebut, menjadi pemilik seutuhnya dari suatu lahan atau tanah. Selain itu, tidak ada campur tangan atau kepemilikan lain dari pihak lainnya pada sertifikat jenis SHM ini.
Perbedaan HGB dan SHM
Setelah mengetahui apa definisi dari SHM dan HGB, berikut ini adalah perbedaan HGB dan SHM yang wajib Anda cermati sebelum memutuskan untuk membeli properti:
1. Penguasaan
Perbedaan SHM dan HGB yang pertama bisa Anda lihat dari aspek penguasaannya. Jika Anda membeli properti yang berstatus SHM, maka Anda akan menjadi pemilik mutlak yang memiliki kuasa penuh atas lahan dan juga bangunan di atasnya.
Namun, jika Anda membeli properti yang berstatus HGB, maka Anda hanya akan mendapatkan hak atau kekuasaan atas bangunannya saja, tanpa memiliki hak atas lahan atau tanah tempat bangunan tersebut berdiri.
2. Kedudukan
Beda HGB dan SHM selanjutnya bisa Anda lihat dari kedudukannya. Properti yang Anda beli dengan status SHM memiliki kedudukan yang lebih tinggi dalam transaksi jual beli. Hal ini karena SHM merupakan sertifikat properti yang memiliki kedudukan lebih tinggi daripada HGB.
Sementara itu, properti yang Anda beli dengan status HGB memiliki kedudukan yang lebih rendah dalam transaksi jual beli properti, daripada properti dengan status SHM.
3. Jangka Waktu
Perbedaan SHM dan HGB selanjutnya yang bisa Anda cermati, yaitu jangka waktu keabsahan sertifikatnya. Tingkat keabsahan kepemilikan SHM memiliki jangka waktu berlaku selamanya. Jika Anda membeli properti dengan status SHM, maka Anda tidak perlu memperpanjang sertifikat kepemilikan untuk properti tersebut.
Berbeda dengan SHM, HGB memiliki tingkat keabsahan kepemilikan dengan angka waktu tertentu. Oleh karena itu, jika Anda membeli properti yang berstatus HGB, maka Anda harus memperpanjang sertifikat tersebut sampai batas waktu tertentu saja.
4. Aset Jangka Panjang dan Jangka Pendek
Perbedaan lainnya, yaitu bisa dilihat dari sisi aset jangka panjang dan jangka pendek. Properti dengan status SHM akan lebih cocok jika Anda gunakan sebagai aset investasi untuk jangka panjang.
Sementara itu, properti dengan status HGB biasanya akan lebih cocok jika Anda jadikan sebagai aset investasi untuk jangka pendek hingga jangka menengah.
5. Jaminan
Biasanya, jika Anda ingin mengajukan kredit kepada pihak bank atau pemberi pinjaman lainnya, maka pihak tersebut akan meminta Anda untuk memberikan jaminan atas pinjaman yang Anda lakukan.
Jaminan tersebut bisa berupa jaminan kebendaan, seperti aset properti. Aset properti dengan status SHM, biasanya akan lebih mudah untuk dijadikan sebagai jaminan daripada aset properti yang berstatus HGB.
Baca Juga: Apa Itu Agunan? Pahami Pengertian, Jenis dan Syaratnya Lengkap
Perubahan HGB ke SHM
Jika properti yang Anda beli berstatus HGB dan sudah mencapai batas waktu kepemilikan 30 tahun. Maka, sebagai pemegang sertifikat Anda wajib memperpanjang kepemilikan properti tersebut dengan jangka waktu maksimum selama 20 tahun.
Selanjutnya, Anda masih bisa memperpanjang kembali sertifikat HGB tersebut hingga 30 tahun lagi kemudian. Perlu Anda perhatikan, bahwa pengajuan perpanjangan HGB paling lambat harus diurus 2 tahun sebelum masa berlaku sertifikat habis.
Caranya, yaitu dengan mengisi formulir perpanjangan ke kantor Badan Pertanahan Nasional atau BPN setempat dengan melengkapi beberapa dokumen persyaratan sebagai berikut:
- Fotokopi KTP Pemohon.
- Surat Kuasa, jika permohonan pengajuan dikuasakan kepada pihak lain.
- Fotokopi Kartu Keluarga.
- Surat Persetujuan dari kreditur, jika memiliki beban hak tanggungan.
- Fotokopi SPPT PBB tahun terakhir.
- Sertifikat HGB.
- Fotokopi IMB.
- Surat Keterangan dari Kepala Desa atau Lurah untuk perubahan hak dari HGB menjadi SHM untuk rumah tinggal dengan luas 600 m².
Biaya Perpanjangan HGB
Setelah mengetahui bagaimana cara perubahan HGB ke SHM, berikut adalah ulasan tentang biaya yang Anda butuhkan untuk perpanjangan HGB. Perhitungan biaya perpanjangan HGB dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 dengan rumus sebagai berikut:
Perhitungan biaya perpanjangan HGB = (Jangka waktu perpanjangan/30 tahun) x 1% x NPT x 50%
NPT atau Nilai Perolehan Tanah merupakan nilai yang sudah dikurangi dengan NPT Tidak Kena Uang Pemasukan atau NPTTTKUP terlebih dahulu. Anda bisa mengetahui nilai NPT dan NPTTTKUP dalam SPT PBB lahan atau tanah yang akan Anda perpanjang.
Sebagai contoh, jika nilai NPT lahan yang akan Anda perpanjang adalah Rp1.500.000.000,00. Maka, berikut perhitungan biaya perpanjangan HGB yang harus Anda keluarkan:
Perhitungan biaya perpanjangan HGB = (20/30 tahun) x 1% x 1.500.000.000 x 50%
= Rp4.999.999,00
Baca Juga: Apa Itu Letter C Tanah? Pengertian, Status Hukum dan Poin Pentingnya
Sudah Tahu Apa Perbedaan SHM dan HGB?
Itulah beberapa ulasan tentang perbedaan HGB dan SHM yang harus Anda cermati sebelum memutuskan untuk membeli properti. Kedua sertifikat tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Oleh karena itu, pastikan jika tujuan pembelian properti yang akan Anda lakukan sudah sesuai dengan kebutuhan!
Jika Anda masih awam dalam hal ini, maka mintalah bantuan dari pihak yang sudah berpengalaman atau profesional, seperti notaris atau PPAT.