Letter C adalah dokumen kepemilikan tanah yang berfungsi sebagai catatan penarikan pajak dan identitas lahan tanah pada zaman kolonial Belanda. Meski begitu, hingga kini masih banyak orang yang menggunakan dokumen tersebut sebagai identitas kepemilikan tanah, sekaligus bukti transaksi tambahan.
Namun, sebenarnya apa yang dimaksud dengan surat C tanah? Apakah dokumen ini memiliki status hukum yang sah? Bagi Anda yang ingin tahu lebih banyak tentang surat C, simak ulasan lengkapnya dalam artikel ini.
Apa Itu Letter C Tanah?
Jadi, letter C tanah adalah bagian dari persil yang menunjukkan pemilik atau penguasa atas tanah tersebut. Adapun makna dari persil sendiri adalah letak di mana blok tanah berada.
Biasanya, persil terdiri dari banyak surat C. Sedangkan dokumen ini hanya ada satu untuk setiap bidang tanah. Dengan kata lain, surat C tanah adalah dokumen yang mirip seperti sertifikat tanah atau nomor.
Hal ini karena dalam dokumen tersebut juga mencantumkan nomor bidang tanah. Dimana nomor ini menunjukkan titik batas sebuah bidang tanah. Tenang saja, nomor ini juga sudah teradministrasi di kantor kepala desa, kelurahan, atau kecamatan.
Jadi, Anda bisa mengecek batas-batas tanah tersebut secara langsung ke salah satu dari ketiga kantor pemerintahan itu.
Baca Juga: Peraturan FLPP Terbaru: Panduan Lengkap Mengajukan KPR Bersubsidi
Status Hukum Letter C di Indonesia
Perlu Anda pahami, bahwa surat tanah letter C adalah dokumen yang hanya terdaftar di kantor kepala desa, kelurahan, atau kecamatan saja. Artinya, dokumen ini secara resmi belum masuk ke dalam sistem administrasi BPN.
Walaupun demikian, status hukum dokumen surat C adalah sah di Indonesia. Pengesahan ini sesuai dengan peraturan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Dalam kedua peraturan tersebut, disebutkan bahwa surat C adalah sertifikat tanah yang diakui sebagai bukti kepemilikan yang sah. Biasanya, bukti buku register pertanahan ini disimpan oleh kepala desa atau lurah setempat. Jadi, warga hanya mempunyai kutipan surat C tanah, girik, petok D, ataupun bukti-bukti lainnya.
Namun, jika Anda ingin mendapatkan keamanan yang lebih pasti, demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, bisa mengonversi melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
Poin Penting pada Letter C
Sebelum adanya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) di Indonesia, ketika terjadi peralihan hak atas tanah, baik itu peralihan secara jual-beli atau hibah dan waris. Maka, proses tersebut dilakukan di hadapan kepala desa yang diikuti dengan perubahan data pada dokumen ini.
Nantinya, akan tertulis nama pemilik baru, lengkap dengan sebab-sebab perubahannya. Oleh karena itulah, di daerah pedesaan, surat letter C adalah dokumen penting yang harus diselamatkan.
Hal ini menjadi penting, mengingat semua catatan tentang riwayat setiap bidang tanah tersebut terangkum di dalamnya. Adapun berbagai poin penting yang ada pada dokumen surat C adalah sebagai berikut.
- Nomor buku C.
- Kohir.
- Persil, yaitu kelas tanah yang menunjukkan letak sebidang tanah dalam pembagiannya atau blok.
- Kelas desa, yaitu kelas tanah yang dipergunakan untuk membedakan antara darat dan tanah sawah. Namun, bisa juga di antara tanah yang produktif dan non produktif. Nantinya, proses pembagian kelas ini akan terjadi ketika menentukan pajak yang pemerintah pungut.
- Daftar pajak bumi yang mencakup nilai pajak, luasan tanah, dan tahun pajak.
- Nama pemilik pada surat C dari awal hingga pemilik yang terakhir.
- Nomor urut pemilik dan nomor bagian persil
- Tanda tangan lengkap dengan stempel kepala desa atau kelurahan
Berdasarkan poin di atas, tentu sudah terlihat bahwa nomor dan persil tanah pada dokumen ini adalah bagian penting yang berfungsi menunjukkan titik batas tertentu pada satu bidang tanah, sesuai dengan data yang tercatat.
Baca Juga: Apa Itu Agunan? Pahami Pengertian, Jenis dan Syaratnya Lengkap
Cara Mengubah Letter C ke Sertifikat Hak Milik (SHM)
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa letter C adalah dokumen yang sah di Indonesia. Namun, sebaiknya Anda bisa segera mengubah dokumen tersebut menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
Tujuannya sudah pasti untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak Anda inginkan terjadi di masa mendatang. Contohnya seperti adanya pihak merugikan yang mengonversi tanah surat C milik Anda tanpa izin. Ketentuan ini juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 atau UUPA.
Dalam undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa seluruh tanah yang belum memiliki sertifikat harus didaftarkan konversi haknya ke negara melalui Kantor Pertanahan setempat. Berikut adalah tata cara mengubah surat C ke Sertifikat Hak Milik (SHM) yang perlu Anda ikuti:
1. Mengunjungi Kantor Kelurahan atau Desa Setempat
Hal pertama yang perlu Anda lakukan untuk mengubah letter C ke SHM adalah mengunjungi kantor kelurahan atau desa setempat. Tujuannya adalah untuk menjelaskan maksud dan tujuan Anda yang ingin mengonversi dokumen ini ke SHM.
Beberapa dokumen persyaratan yang harus Anda lengkapi adalah:
- SK atau surat keterangan yang menyatakan bahwa tanah tersebut tidak bersengketa. Adapun surat ini digunakan untuk memastikan jika status orang tersebut memang pemilik tanah yang sah.
- Surat keterangan riwayat kepemilikan tanah dari waktu ke waktu.
- Surat keterangan penguasaan tanah secara sporadik untuk menjelaskan kapan pemohon mulai memiliki bidang tanah tersebut.
2. Datang ke Kantor BPN
Jika Anda sudah selesai mengurus ketiga surat tersebut di kantor kelurahan, maka bisa langsung pergi ke Kantor Pertanahan, di mana tempat tanah tersebut terdaftar. Nantinya, Anda akan langsung diminta melakukan sejumlah prosedur pengubahan dokumen tanah ini menjadi SHM.
3. Pengajuan SHM
Dalam melakukan pengajuan SHM, terdapat sejumlah dokumen persyaratan yang harus Anda persiapkan, antara lain:
- Ketiga dokumen yang sudah Anda buat sebelumnya di kantor kelurahan.
- Kutipan surat letter C.
- Fotokopi Kartu Keluarga dan KTP pihak pemohon.
- Fotokopi PBB pada tahun berjalan.
- Bukti peralihan tanah lainnya, jika ada.
- Surat pernyataan yang berisi tentang pernyataan bahwa pemilik sudah memasang batas tanah.
- Dokumen lain, sesuai persyaratan yang tertera di dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku.
4. Melakukan Pengukuran Tanah di Lokasi Tertera
Jika sudah mendapat tanda terima dari Kantor Pertanahan setempat, langkah selanjutnya dalam proses mengubah dokumen ini menjadi SHM adalah melakukan pengukuran tanah sesuai dengan lokasi tertera.
Biasanya, petugas dari Kantor Pertanahan akan mengunjungi lokasi tanah untuk melakukan pemeriksaan secara langsung. Pengukuran ulang perlu petugas lakukan dengan tujuan untuk memastikan batas-batas tanah, apakah sudah sesuai atau belum, agar hasil pengukurannya lebih akurat.
5. Pengesahan Surat Ukur dan Langkah Lanjutan Lainnya
Kemudian, hasil pengukuran ulang tersebut akan dicetak dan dipetakan oleh Kantor Pertanahan. Selain itu, masih ada beberapa tahapan lain yang perlu Anda lewati, yakni:
- Penelitian yang petugas Kantor Pertanahan lakukan.
- Kantor kelurahan dan BPN menjamin hak dari pemohon dan mengumumkan atas pendaftaran tanah tersebut serta tidak ada pihak yang merasa keberatan.
- Apabila tidak ada pihak yang mengajukan keberatan, maka BPN akan menerbitkan SK atas hak tanah tersebut.
- Pihak pemohon melakukan pembayaran BPHTB.
- Terakhir, pemohon melakukan pendaftaran SK Hak untuk urusan penerbitan sertifikat.
Baca Juga: Apa Itu Broker Properti? Pengertian, Tugas, serta Manfaat
Yuk, Segera Ganti Letter C Anda Menjadi Sertifikat Hak Milik!
Itu dia penjelasan singkat mengenai surat letter C yang perlu Anda ketahui. Khususnya jika Anda berencana mengubah dokumen tersebut menjadi Sertifikat Hak Milik sesuai anjuran undang-undang.
Namun, sebelum mengajukan permohonan Sertifikat Hak Milik, Anda perlu memastikan bahwa kepemilikan tanah tersebut bukanlah tanah sengketa. Dengan begitu, proses pengajuan bisa berjalan lancar.